I. Pendahuluan
Sebelum diuraikan seremoni penyembuhan orang sakit, terlebih dahulu dibahas tentang beberapa istilah penting sebagai berikut: Pertama, Molang atau dukun. Di Nurabelen, desa Nurri, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur, istilah molang atau dukun dikenal dengan sebutan “mata lusi, iru aho”, artinya orang pintar yang punya kemampuan khusus (gaib) di mana matanya terang dan tajam bagai burung rajawali, dan penciumannya tajam seperti penciuman anjing pelacak. Terdapat begitu banyak molang berdasarkan kemampuannya masing-masing misalnya penafsir mimpi, pelindung kampung, penyembuh penyakit, dan sebagainya. Molang sebagai penyembuh penyakit umumnya menggunakan ramuan tradisional berupa akar tertentu dan jenis daun atau kulit kayu tertentu yang proses pengambilan dan pengolahannya diwariskan secara turun-temurun. Kedua, Penyebab Sakitnya Pasien. Pada umumnya seseorang jatuh sakit disebabkan oleh kuman penyakit atau karena keteledoran/kelalaian fisik lainnya dan langung diobati secara medis. Namun terdapat juga kenyataan lain bahwa pengobatan medis sama sekali belum menyembuhkan si pasien maka penyembuhan secara tradisional oleh molang atau dukun kampung menjadi pilihan berikutnya. Ada beberapa penyebab sakitnya pasien yang tak kunjung sembuh menurut versi masyarakat adalah karena dosa atau kesalahan dari pasien sendiri berupa pelanggaran adat, pencurian, perzinahan, dan sebagainya. Di samping itu penyebab lain adalah dosa atau kesalahan orang tua, keluarga, dan leluhur masa lalu dari pasien.
Dalam paper ini, saya mencoba untuk menghubungkan proses penyembuhan orang sakit dengan sebuah ibadat inkulturaltif. Maksud dari proses ini adalah terdapat kemungkinan bagi tersedianya pijakan liturgis dalam upacara penyembuhan. Dengan begitu, orang tidak lagi melihat adat dan tradisi sebagai sebuah entitas yang sama sekali terpisah bahkan bertentangan dengan tradisi Katolik. Sebaliknya, melalui ibadat inkulturatif, kebudayaan arkais dan ritus liturgis berjalan beriringan, saling melengkapi dan menjawabi kebutuhan umat.
II. Proses Ritus Penyembuhan
Proses penyembuhan orang sakit dibagi dalam tiga bagian besar, meliputi:
1) Lone Wua Malu
Secara leksikal, lone artinya alas kepala dan wua malu artinya sirih pinang. Jadi, lone wua malu artinya sirih pinang yang diletakkan di bawah bantal. Prosesnya sebagai berikut: Keluarga pasien membeli sirih pinang, membawanya ke rumah dukun/molang dengan syarat bahwa sepanjang perjalanan tidak boleh menegur atau menyapa orang. Selanjutnya, molang menerima sirih pinang disertai penjelasan maksud dan tujuan kedatangan keluarga pasien. Pada malam itu juga, dukun meletakkan sirih pinang di bawah bantal dengan caranya tersendiri dan ketika molang itu tidur nantinya otomatis ia akan bermimpi tentang penyebab penyakit yang diderita oleh pasien tersebut. Pada keesokan harinya, molang memberitahukan isi penglihatannya mengenai penyebab penyakit pasien dan selanjutnya meminta keluarga untuk menyiapkan perlengkapan untuk dilangsungkan upacara penyembuhan.
2) Perlengkapan yang Harus Disiapkan
Tahap selanjutnya adalah menentukan hari terjadinya proses penyembuhan. Untuk itu, pasien oleh anjuran dari molang, harus membawa kelengkapan berupa: Pertama, kambing jantan sedang, yang sehat, belum dikebiri, sebanyak 1 ekor. Kedua, Gebia atau gewaja (tempat sirih pinang) sebanyak 2 buah, yang satu khusus untuk pasien dan keluarganya, dan yang lain bagi peserta yang hadir. Ketiga, Sirih pinang, tembakau kasar dan koli (daun lontar yan telah dihaluskan sebagai pembungkus rokok dari tembakau kasar) dan buah kemiri. Keempat, Arak 1 botol. Kelima, Beras tumbuk untuk seremoni adat, bagi semua peserta yang hadir,d an juga sedikit untuk molang. Keenam, Kelapa muda yang belum berisi (kabo) dan daun lite (daun Pendingin). Ketujuh, Braha (segumpal kapas yang diikat dengan benang berwarna merah-disiapkan oleh molang). Kedelapan, kelapa tua 1 buah untuk molang. Kesembilan, Ayam jantan 1 ekor untuk molang. Kesepuluh, Daun lontar tua dibentuk seperti piring yang disebut dengan kebi.
3) Pelaksanaan Upacara Seremonial Penyembuhan Orang Sakit
Biasanya upacara ini dilaksanakan di rumah adat tuan tanah (lango belen) suku Puka, karena di tempat itulah terdapat kekuatan Lewotanah berupa Guna Dewa atau Guna Pulo, Dewa Lema, yang dipercaya punya kekuatan atau Ike Kwaä dalam bentuk beberapa batu penninggalan leluhur. Adapun prosesnya sebagai berikut:
a) Reka Wua Malu: Makan Sirih Pinang. Sebelum makan sirih pinang, pasien dan keluarga, dukun dan tuan tanah suku Puka, dan peserta yang hadir bermusyawarah. Dalam pembicaraan itu, molang/dukun meminta pengakuan dari pasien dan keluarga terkait dosa atau kesalahan apa saja yang pernah mereka perbuat. Sesudah dilakukan musyawarah, barulah dilaksanakan upacara makan sirih pinang atau hanya menyentuh gebia (tito dae gebia) bagi yang belum terbiasa. Tindakan ini melambangkan persatuan sebelum melakukan sesuatu (teka gebia wua malu, taan onek tou: makan sirih pinang lambang persatuan).
b) Upacara Pemotongan Hewan Kurban. Sebelum hewan dipotong, api di tungku perapian harus sudah dinyalakan agar guna dewa mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan menyantap bagian tubuh paling inti dari hewan korban. Dan hal ini juga memengaruhi gerak gerik hewan korban yang akan dengan tenang menyerahkan lehernya untuk dipotong. Selain itu, kelapa muda bersama daun lite diletakan di tanah dengan mata kelapa muda menghadap ke arah gunung, tepat di bawah kepala kambing. Catatan: Tidak sembarang orang yang bertugas sebagai pemotong hewan melainkan sesuai dengan sukunya masing-masing, setiap petugas menjalankan perannya berbeda. Penjelasan tentang ini, saya tangguhkan dulu. Sesudah kambing disembelih dengan cara dipenggal kepalanya, maka bagian tubuhnya yang paling inti diambil, meliputi hati, jantung, bama (rahang bawah), dan keempat kuku kaki kambing. Semuanya itu dipanggang terpisah dari yang anggota tubuh lainnya. Upacara setelah daging kambing matang yaitu: Pertama, Piring dari daun lontar (kebi) dibagikan ±5 kebi untuk tuan tanah, dukun, dan petugas lainnya yang berperan dalam seremoni. Kedua, Molang dan/atau tuan tanah membagi nasi khusus, daging inti yang dipanggang ke dalam kebi-kebi yang sudah disiapkan. Ketiga, Tuan tanah mengambil sedikit daging, sedikit nasi, dan arak 1 gelas dan memperembahkannya di hadapan Guna Dewa sebagai lambang “memberi makan” disertai syair mantra:
Go me bohu, menu me seba
Ne ata blara bera sare
Ake ai susah muri
c) Pembelahan Kelapa Muda. Selanjutnya, molang membelah kelapa muda dan airnya direciki dengan menggunakan daun lite ke atas kebi-kebi tersebut sambil berkata:
Loi glete owe owa, sire mite lite kabo bali bura
Sesudah itu, setiap orang yang menjaga kebi itu boleh makan bagian yang telah disediakan. Bersamaan dengan itu, semua peserta yang lain boleh makan daging umum (dimasak tanpa campuran bumbu) dengan nasi untuk umum sedangkan pasien dan keluarganya tidak boleh menyantap daging kambing persembahan tadi melainkan ikan atau lauk lain yang dibawa sendiri. Setelah semuanya selesai, molang memanggil pasien dan keluarganya. Di hadapan mereka, molang mengunyah sirih pinang dan daging buah kemiri (jadinya ilu mean: warna merah) yang selanjutnya dimuntahkan dalam sebuah tempurung. Dioleskannya ilu mean itu dalam bentuk “Tanda Salib” di dahi pasien dan keluarganya. Selanjutnya, pasien dan keluarganya boleh langsung pulang tanpa pamit (tidak boleh menoleh ke belakang) menuju ke rumah mereka.
III. Cara Tradisional Menentukan Jenis Penyakit Pada Pasien
Adapun seremoni yang dilakukan adalah Bia Manu. Bia artinya merobek, dan manu artinya ayam. Jadi, bia manu merupakan proses merobek ayam (jantan). Hal ini dilakukan dengan cara molang meletakkan ayam jantan di atas kepala pasien sambil mengatakan:
Manu Lera Wulan, jago tana ekan
Goko nua go koda pulo kirin lema
Kedi Mo noni nua kame
Na pu plate bringi puke a
Kemudian ayam tersebut dirobek lalu diperiksa atau lihat bagian dalamnya mulai dari jantung, hati, rusuk, usus, dan lain-lain. Jika ada bagian tubuh ayam tersebut rusak atau luka, maka diyakini bagian tubuh pasien pun demikian. Jika demikian maka molang pergi mencari dan menemukan ramuan tradisional yang cocok untuk mengobati pasien berdasarkan petunjuk dari ayam jantan tadi, hingga pasien tadi sembuh.
IV. Ibadat Inkulturatif Penyembuhan Orang Sakit
Tema: Yesus Adalah Tabib Agung
(Markus 5:1-20)
Tujuan: Agar peserta, sesudah mengikuti ritus adat penyembuhan orang sakit, dihantar pada pemahaman bahwa Tuhan menganugerahkan kesembuhan melalui para molang/dukun, dan tuan tanah.
A. Lagu pembuka
B. Tanda Salib
P : Demi Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus
U : Amin
P : Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah dan persekutuan Roh
Kudus beserta kita.
U : Sekarang dan selama-lamanya.
C. Kata Pengantar
Bapak/Ibu, Saudara/i, opu pain, ina/ama, kaka ari wokokae yang goe hunge di ba’a, goe tonga di blola. Pi lero, tite pupu taan onek tou, untuk mendoakan Saudara, kaka/ari tite yang mete bringi ne blara. Oleh karena itu, marilah di awal ibadat ini, kita menyesali segala dosa dan kesalahan yang pernah kita buat di masa lampau terutama kepada Tuhan dan para leluhur agar hati kita pantas merayakan ibadat ini dengan jalan yang lapang membentang tiada beban tertangguh.
D. Pernyataan Tobat
P: Tuhan Yesus Kristus, kami seringkali malas bersyukur dalam setiap tugas-tugas hidup kami. Tuhan, kasihanilah kami
U: Tuhan, kasihanilah kami….
P: Tuhan Yesus Kristus, Engkau sungguh taat kepada Bapa, namun kami tidak banyak menaati kehendak Bapa yang begitu baik kepada kami. Kristus, kasihanilah kami
U: Kristus, kasihanilah kami….
P: Tuhan Yesus Kristus, pimpinlah kami agar mampu mengikuti jejakmu, bersyukur, dan berani berkorban demi kepentingan bersama, sehingga pantas menjadi murid-muridmu. Tuhan, kasihanilah kami
U: Tuhan, kasihanilah kami…
P: Semoga Allah yang Mahakuasa dan Maharahim mengasihi kita, mengampuni dosa-dosa kita, dan mengahantar kita ke hidup yang kekal.
U: Amin.
E. Doa Pembuka
O Lera Wulan Tanah Ekan, Allah Bapa Yang Maha Kuasa. Pada hari ini kami semua sebagai suatu keluarga besar kembali berkumpul di hadapanmu. Sebagaimana PuteraMu Tuhan kami Yesus Kristus yang setia menghayati tradisi adat-istiadat Yahudi, demikianpun kami telah melaksanakan ritus penyembuhan atas penyakit yang diderita oleh Saudara kami ini. Semoga dengan perkenananMu, kiranya Engkau mengutus Roh KudusMu untuk menyempurnakan ritus kami sebelumnya dan anugerahkanlah kesembuhan atas dirinya. Karena Kristus itu juga Tuhan kami yang meraja bersama Dikau dalam persatuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala abad. Amin.
F. Pembacaan Kitab Suci
Injil Markus 5: 1-20 (Yesus Mengusir Roh Jahat dari Orang Gerasa)
G. Homili Singkat
Pada bagian ini, pemimpin ibadat membawakan sebuah renungan/homili singkat berkaitan dengan ritus penyembuhan tadi. Intinya bahwa dalam ibadat ini, ritus tersebut disucikan melalui sabda Kristus.
H. Aku Percaya
I. Doa Umat
P: Saudara-saudari, Allah Bapa kita yang maha kasih telah membebaskan manusia dari dosa-dosanya berkat kerahiman-Nya. Atas kesatuan yang kita alami pada hari ini, marilah kita bersyukur dan memanjatkan doa-doa kepada-Nya.
P: Bagi Saudara kita yang sakit.
Semoga Tuhan membimbing setiap langkah hidupnya agar ia dibebaskan dari penyakitnya dan jika telah terjadi kesalahan dalam hidupnya kiranya ia kembali meniti jalan yang dikehendaki oleh Yuhan. Marilah kita mohon ….
U: Kabulkanlah doa kami ya Tuhan
P: Bagi karya kita.
Semoga segala karya kita berkenan kepada Tuhan dan diberkati sehingga orang yang melihat dan merasakannya menjadi tertarik untuk mengikuti Yesus Kristus, Tuhan kita. Marilah kita mohon …..
U: Kabulkanlah doa kami ya Tuhan
P: Bagi kita agar terhindar dari segala jenis penyakit dan gangguan roh jahat.
Semoga kita senantiasa meningat Tuhan sebagai awal dan tujuan hidup. Dengan demikian, kita dimampukan untuk mengalahkan segala hawa nafsu dan keinginan untuk menikmati kesenangan duniawi semata. Kiranya Tuhan tidak melemparkan kita ke dalam jurang maut oleh karena tindakan kita yang keliru tetapi sebaliknya memberikan kita kesempatan untuk kembali berbenah diri. Marilah kita mohon …..
U: Kabulkanlah doa kami ya Tuhan
P: Bagi kita semua.
Semoga kita yang berhimpun disini senantiasa berusaha untuk saling meneguhkan dan menguatkan dalam iman dan berjuang melaksanakan panggilan Tuhan menjadi garam dan terang bagi sesama kita. Dan dengan bantuan Roh Kudus, kita dimampukan untuk melawan segala bentuk godaan dan rayuan si jahat. Marilah kita mohon …..
U: Kabulkanlah doa kami ya Tuhan
P: Marilah kita hening sejenak kita sampaikan ujub pribadi kita masing-masing kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. ( hening sejenak ) Marilah kita mohon ……
U: Kabulkanlah doa kami ya Tuhan
P: Ya Bapa Yang Mahabaik,
demikian curahan hati kami, keluarga umatMu yang cenderung jatuh pada bujukan dan rayuan dosa namun tetap setia ingin berubah dari hari ke hari. Semoga Engkau mendengarkan dan mengabulkan doa-doa kami dan melimpahi kami dengan berkat dan rahmat-Mu. demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami.
U: Amin
P: Marilah kita satukan doa dan dan ungkapan syukur kita dengan doa yang telah
diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri: Bapa Kami…..
J. Doa Penutup
O Lera Wulan Tanah Ekan, kame ata ribu ratu lema pia tobo mori gewayan tanah ekan kame. Semoga Moe sera soron kame rohul Moe, Na liko lapak kame supaya kame ake todok wato tonu. Dengan Perantaraan Kristus Tuhan kami yang meraja bersama Dikau dalam persatuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala abad. Amin.
K. Lagu Penutup
V. Penutup
Sekilas gambaran seremoni penyembuhan orang sakit di Nurabelen, desa Nurri, kecamatan Ile Bura, kabupaten Flores Timur memberikan gambaran kepada kita bahwa orang jatuh sakit bukan selamanya disebabkan oleh kuman penyakit saja tetapi juga oleh kesalahan dan dosa manusia. Benar apa yang dikatakan Kitab Suci, “Upah dosa adalah maut”. Biar bagaimanapun setiap pasien harus mengupayakan penyembuhan secara medis terlebih dahulu tetapi kalau belum sembuh, barulah diupayakan penyembuhan menggunakan ritus seperti ini.
Demikianlah ritus ini dibuat tidak bermaksud untuk meyakinkan orang bahwa model seperti ini lebih unggul daripada cara penyembuhan secara medis. Tetapi sebaliknya, memberikan peluang kepada masyarakat untuk mensiasati kapan harus menggunakan penyembuhan alternatif seperti ini, dan kapan hendaknya menggunakan penyembuhan medis. Keduanya harus berjalan seimbang demi menjaga keutuhan dan keselarasan hidup manusia.